Puisi (1)



/I/
Lirik

Sekilas pandang yang mampu menggetarkan
Menghasilkan rangkaian kata ditambah nada
Menjadi saksi tertulis tentang apa yang tak bisa diungkapkan

Memantau tanpa kentara
Memantau tanpa terlihat
Lalu diwujudkannya dalam diam
Agar tak tahu ucap itu untuk siapa


Dibalasnya dengan lantunan dawai sampai di telinga
Disampaikan lewat angin yang mampir di depan mata

Ternyata udara tidak bisa dipercaya
Getaran ciptaanya dia titipkan melewatiku
Seolah berhenti di depanku
Tapi bukan untukku

/II/
Menjadi Kalian


Tadi sore kita ke taman
Sebuah tempat penuh harapan, katamu
Seperti biasa, kau bisikkan pinta serupa aba-aba
Dekatilah anak disana
Si jenius matematika
Kelak kamu bisa sepertinya

Esoknya kita kembali
Seperti biasa, telingaku menangkap kata yang sama
Dekatilah anak disana
Jadilah sahabatnya
Agar ikut dipandang bersahaja

Hari ini terasa berbeda
Kau hanya mengamati
Siapa lagi yang bisa aku dekati
Ya, hanya tinggal aku saja
Kenapa kau tak suruh aku dekati anak disampingmu
Yang selalu kau ikat erat
Mengikuti kemanapun bayanganmu melangkah
Mendekati magnet yang menyimpan harta
Kenapa kau tak suruh aku dekatinya
Yang kau harap menjadi mereka
Hingga membuatmu tak tahu aku siapa


/III/
5W 1H


Sebakul nasi ada di meja
Dengan sepotong ikan yang kita dapatkan dari tetangga
Kau bilang
Untukmu saja, aku tidak suka

Dingin kemarau di sepertiga malam
Ditemani kain tipis yang tak mampu menghangatkan
Kau bilang
Pakai saja, aku tidak membutuhkannya

Kilau lampu kota yang kita lihat dari layar kaca
Menimbulkan tanya yang membuat luka
Kau bilang
Tunggu saja, suatu saat kita akan kesana

Disini, segala cemas kau jadikan nikmat
Segala harapan tumbuh menjadi nasihat
Tentang bagaimana kita harus bertahan
Bagaimana kita harus menahan
dan segala keinginan yang terus ditahan

Kita masih kuat untuk melawan
Kita akan baik-baik saja



Yogyakarta, 2018

*Puisi-puisi di atas pernah diikutsertakan dalam Lomba Cipta Puisi Wakatobi Festival 2018

0 komentar